LAPORAN
PENDAHULUAN
FRAKTUR
A.
PENGERTIAN
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan
tulang, dan jaringan lunak sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila tulang
patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan
tulang.( price, Wilson 2005).
Fraktur adalah gangguan komplet atau tak komplek pada
kontinuitas struktur tulang dan didefenisikan sesuai dengan jenis dan
keluasannya.Fraktur terjadi ketika tulang menjadi subjek tekanan yang lebih
besar dari yang dapat diserapnya.Fraktur dapat disebabkan oleh hantaman
langsung, kekuatan yang meremukan gerekan memuntir yang mendadak atau bahkan
karena kontraksi otot yang ekstrem. Ketika tulang paatah, struktur disekitarnya
juga terganggu, menyebabkan edema jaringan lunak, heoragi ke otot dan sendi,
dislokasi sendi, rupture tendon, gangguan saraf, dan kerusakan pembuluh darah.
Organ tubuh dapat terluka akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau oleh
fragmen fraktur. ( Brunner& suddarth 2013).
Fraktur merupakan suatu kondisi dimana kontinuitas
tulang hilang, baik bersifat local maupun sebagian.Secara umum keadaan patah
tulang secara klinis dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup (simple
fracture) yaitu fragmen tulangnya tidak menembus kulit dan fraktur terbuka
(compoad fracture) yaitu fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar luka
pada kulit serta jaringan lunak. (mutaqin, 2008 dalam susi hanifah kurnia).
B.
ETIOLOGI
Menurut sachdeva (1996)
penyebab fraktur dibagi menjadi tiga yaitu :
1.
Cedera traumatic
Cedera traumatic pada tulang
dapat disebabkan oleh :
a.
Cedera langsung
berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan.
Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya.
b.
Cedera tidak
langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh
dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c.
Fraktur yang
disebabkan oleh kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2.
Fraktur
patologik
Dalam hal ini kerusakan
tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan
fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
a.
Tumor tulang
(jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak dapat terkendali dan
progresif.
b.
Infeksi seperti
osteomielitis : dapat terjadi akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai
salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
c.
Rakhitis : suatu
penyakit tulang disebabkan oleh defisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua
jaringan skelet lain, biasanya disebabkan kegagalan absorbs vitamin D atau oleh
karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3.
Secara spontan
Disebabkan oleh stress
tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio.
C.
MANIFESTASI
KLINIS
Tanda dan gejala klinis
fraktur :
a. Nyeri akut
b. Kehilangan fungsi
c. Deformitas
d. Pemendekan ekstremitas
e. Krepitus
f. Oedema lokal serta ekimosis
D.
PATOFISIOLOGI
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic,
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun
yang tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan perdarahan, maka
volume darah menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan.
Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi edema lokal maka penumpukan di
dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang
dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu.Disamping itu
fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi
infeksi dan kerusakan jaringan lunak dapat mengakibatkan kerusakan intregitas
kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolic, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan
gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang sehingga akan
terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas
fisik terganggu, disamping itu terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar.
Pada umumnya pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan
tetap pada tempatnya sampai sembuh.
F.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
MenurutDoenges(2000)adabeberapapemeriksaanpenunjangpadapasien fraktur
antaralain:
1.
Pemeriksaan roentgen : untuk
menentukan lokasi, luas danjenis fraktur
2.
Scantulang,tomogram,CT-scan/MRI:memperlihatkanfrakturdan
mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
3. Pemeriksaan darahlengkap:Htmungkkinmeningkat(hemokonsentrasi) atau
menurun(perdarahanbermakna pada sisi fraktur
atauorganjauh pada
trauma multiple).Peningkatan seldarahputihadalah responstress normal
setelah trauma.
4.
Kreatinin : Traumaototmeningkatkan beban kreatinin
untuk klirens ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan
dapat terjadi pada kehilangan
darah,
transfusemultiple, atau cederahati.
G.
PENATALAKSANAAN
Prinsip penanganan fraktur
meliputi :
1.
Reduksi
Reduksi fraktur berarti
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotai anatomis.Reduksi
tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual.Alat yang digunakan biasanya traksi, bidai
dan alat yang lainnya.Reduksi terbuka dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi
interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku.
2.
Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan
dengan metode eksterna dan interna.Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darh, nyeri perabaan,
gerakan.Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang yang
mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.
H.
PENGKAJIAN
KEPERAWATAN
a.
Riwayat penyakitsekarang
Kajikronologiterjadinyatraumayang menyebabkanpatahtulang kruris, pertolonganapayang
didapatkan,apakahsudahberobatkedukunpatah tulang. Selainitu,denganmengetahuimekanisme terjadinyakecelakaan,
perawatdapatmengetahuiluka
kecelakaanyanglainya.Adanyatrauma lututberindikasipada frakturtibia
proksimal.Adanyatraumaangulasi
akanmenimbulkanfrakturtipe konversalatauoblikpendek,sedangkan traumarotasiakanmenimbulkantipe spiral.Penyebabutamafraktur
adalah
kecelakaan
lalu lintas darat.
b. Riwayat penyakitdahulu
Pada
beberapa keadaan, klien yang
pernah berobat ke
dukun patah tulang sebelumnya sering
mengalami mal-union. Penyakit
tertentu seperti kanker tulang
atau
menyebabkan
fraktur patologis sehingga
tulang
sulitmenyambung.Selainitu,kliendiabetesdenganlukadikaki sangat beresiko mengalami
osteomielitis akut dan
kronik serta penyakit diabetes
menghambat
penyembuhan tulang.
Riwayat penyakit keluarga
Penyakit
keluarga yang berhubungan dengan penyakit pattah tulang tibia adalah faktor
presdiposisi terjadinya fraktur. Seperti osteoporosis yang sering terjadi pada
beberapa kasus dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
1. Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada
klien fratur harus mengkonsumsi nutrisi elebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalium,zat besi, protein, vit c dan lainnya. Untuk membantu penyembuhan
tulang.
b. Pola eliminasi
Klien
dapat cenderung mengalami gangguan eleminasi BAB seperti konstipasi dan
gangguan eleminai urine akibat adanya program eleminasi dilakukan ditempat
tidur/ karena pasien bedrest.
c. Pola istirahat
Klien
dapat cenderung mengalami perubahan istirahat tidu namun tidak berarti. Ada
beberapa kondisi yang dapat menyebabkkan pola istirahat terganggu seperti
timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak hospitalisasi.
d. Pola aktivitas
Umumnya
klien tidak dapat melakukan aktivitas (rutinitas) sebagaimana biasanya yang
hampir seluruh aktivitas dilakukan di tempat tidur.
e. Pola personal hygine
Klien
masih mampu melakukan personal hygiene, namun harus ada bantuan dari orang
lain, aktivitas ini sering dilakukan klien di tempat tidur.
2. Pemeriksaan fisik
Keadaan
umum : GCS / kesadaran
TTV :
Biasanya tidak normal karena ada gangguan fisik
a. Kepala : Inpeksi : tidak ada ganggan
yaitu normal,simetris, tidak ada benjolan.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
b. Leher : Inspeksi : tidak ada
gangguan yaitu tidak ada penonjolan, refleks menelan ada.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
c. Wajah : Inspeksi : wajah terlihat
simetris, jika terdapat fraktur terdapat oedema/memar.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
d. Mata :Inspeksi : tidak ada gangguan,
seperti konjungtiva, tidak ada anemis, namun apabila kalau ada perdarahan maka
konjungtiva anemis.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
e. Telinga :Inspeksi : simetris, tidak
ada serumen yang keluar.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
f. Mulut dan gigi : Inspeksi: mukosa
bibir lembab, gusi tidak ada perdarahan.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
g. Thoraks :Inspeksi: gerak dada
simetris, tidak ada oedem.
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan, focal fremitus teraba
di seluruh lapang paru.
Perkusi : sonor, tidak ada suara redup atau suara tambahan.
Auskultasi : vesikuler, tidak terdapat suara nafas
tambahan ronchi/wheezing.
h. Jantung :Inspeksi : simetris, tidak
tampak ictus cordis
Palpasi : ictus cordis teraba di Ics 5
Perkusi : pekak
Auskultasi : S1S2 tunggal
i.
Abdomen :Inpeksi :bentuk datar, simetris
Palpasi :turgor baik, hepar tidak teraba
Perkusi : suara timpani
Auskultasi : peristaltik usus
meningkat/menurun
I.
DAFTAR DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Nyeri akut
2.
Hambatan
mobilitas fisik
3.
Ansietas
4.
Gangguan pola
tidur
5.
Gangguan
persepsi sensori
J.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
Tujuan ::setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam klien mampu beradaptasi dengan
nyeriyangdialami.
KriteriaHasil :
1.
Nyeri klien berkurang
2.
Klien tampak tenang
3.
Ttv dalam batas normal
TD : 120/80 mmHg
Nadi :
60-100 x/menit
RR :
16-24 x/menit
Suhu : 36,5 - 37,5
Rencana Intervensi:
RENCANA INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Monitoring nyeri
a.
Monitoring skala nyeri.
b.
Observasi TTV.
c.
Observasi penyebab nyeri,
kualitas, waktu dan penyebab nyeri.
2.
Management nyeri
d.
Ajarkan teknik nafas dalam
dengan bernafas melalui hidung dan mengeluarkan dari mulut.
3.
Edukasi
e.
Berikan informasi tentang nyeri
termasuk penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan hilang, antisipasi terhadap
ketidaknyamanandari prosedur
4.
Kolaborasi
f.
Lakukan kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian analgetik.
|
a. Memantau
skala nyeri dengan menentukan kualitas nyeri yang dirasakan.
b. Mengetahui
keadaan umum klien.
c. Mengetahui
tingkatan dan lokasi nyeri.
d. Teknik
distraksi dan relaksasi membantu untuk mengurangi nyeri.
e. Pemberian
“health education” dapat mengurangi tingkat kecemasan dan membantu klien
dalam membentuk mekanisme koping terhadap rasa nyeri.
Pemberian
analgetik mempercepat penyembuhan nyeri.
|
2.
Hambatan Mobilitas Fisik
Tujuan :Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien mampu melakukan
mobilisasi secara bertahap.
KriteriaHasil :
1.
Pasien mampu melakukan
ROM aktif, dan ambulasi dengan perlahan.
2.
Neuromuskuler dan
skeletal tidak mengalami atrofi dan terlatih.
3.
Pasien mampu sedini
mungkin melakukan mobilisasi apabila kontinuitas neuromuskuler dan skeletal
berada dalam tahap penyembuhan total.
Rencana Intervensi:
RENCANA INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Mandiri
a.
Kaji tingkat kemampuan ROM aktif
pasien .
b.
anjurkan pasien untuk melakukan ambulasi
2.
Edukasi .
c.
Ajarkan cara-cara yang benar
dalam melakukan macam-macam mobilisasi seperti ROM aktif, dan ambulasi
3.
Kolaborasi
Kolaborasi
dengan fisioterapi dalam penanganan traksi yang boleh digerakkan dan yang
belum boleh digerakkan
|
a. ROM
aktif dapat membantu dalam mempertahankan/ meningkatkan kekuatan dan
kelenturan otot, mempertahankan fungsi cardiorespirasi, dan mencegah
kontraktur dan kekakuan sendi
b. ambulasi
merupakan usaha koordinasi diri muskuloskeletal dan sistem saraf untuk
mempertahankan keseimbangan yang tepat
c. Agar
pasien terhindar dari kerusakan kembali pada ekstremitas yang luka
Penanganan yang tepat dapat
mempercepat waktu penyembuhan
|
3.Ansietas
Tujuan :Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan klien tidak mengalami
kecemasan
Kriteria
Hasil :
NOC: anxiety
level
Kecemasan
pada klien berkurang dari skala 3 menjadi skala 4
Rencana Intervensi:
RENCANA INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Anxiety Reduction
a. Mendengarkan penyebab kecemasan
klien dengan penuh perhatian
Calming Technique
a. Menganjurkan keluarga untuk tetap
mendampingi klien
Coping enhancement
a. Meningkatkan pengetahuan klien
mengenai glaucoma.
|
Anxiety Reduction
a. Klien dapat mengungkapkan penyebab
kecemasannya sehingga perawat dapat menentukan tingkat kecemasan klien dan
menentukan intervensi untuk klien selanjutnya.
Calming Technique
a. Dukungan keluarga dapat memperkuat
mekanisme koping klien sehingga tingkat ansietasnya berkurang
Coping enhancement
a. Peningkatan pengetahuan tentang
penyakit yang dialami klien dapat membangun mekanisme koping klien terhadap
kecemasan yang dialaminya
|
K.
REFERENSI
NANDA International. 2015. Diagnosis
Keperawatan: Definisi, Dan Klasifikasi 2015-2017/Editor, T. Heather Herdman;
Alih Bahasa, Made Sumarwati, Dan Nike Budhi Subekti ; Editor Edisi Bahasa
Indonesia, Barrah Bariid, Monica Ester, Dan Wuri Praptiani. Jakarta; EGC.
Mooprhed, (et al). 2013. Nursing Outcomes Classifications
(NOC) 5th Edition. Missouri: Mosby Elsevier
Gloria M. Bulechek, (et al).2013.
Nursing Interventions Classifications (NIC) 6th Edition. Missouri: Mosby
Elsevier
Brunner & Suddart. 2015.
Keperawatan Medikal Bedah. Ed 12. Jakarta. EGC
Huda Amin. 2016. Asuhan Keperawatan
Praktis Berdasarkan Penerpan Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus. Ed.
Jilid 1. Yogyakarta. MediAction